Senyuman itu
Udara Pontianak semakin menggerahkan. Sebagai kaum urban, tak banyak yang kuharapkan dari hari kehari yang kian hampa tanpa keramahan…
Malam itu, ditengah kesibukan lalu lintas Bundaran Bambu Untan ku duduk sendiri dipinggiran jalan. Sorot lampu jalan yang remang-remang telah membuatku cukup santai berada sendirian disana.
Iming-iming membeli molen seratus bundaran,,tak kutemukan sebutir gorengan pun disana.. molen masih ditempa! Dengan kaki yang belum normal, terpincang-pincang aku mendekati bangku tunggu dari kayu yang hanya cukup diduduki oleh 2 orang dewasa itu…
Dengan gaya n style mahasiswa frustasi karna belum kelar skripsi, ku perhatikan gerak gerik kendaraan yang melintasi Bundaran Bambu Untan… apa yang ku dapat??? Apa yang kuharap???
Sebongkah senyum terukir disana… aku menemukan senyum itu di salah satu kendaraan yang melintas. Sepasang wajah tercecer diantara wajah-wajah bersinar yang hilir mudik melintasi Bundaran Bambu Untan dan terpatri pada seraut wajah dengan kerut yang melorot pada kedua pipinya, serta rambut bergelung yang hampir seluruhnya memutih yang ditutupi oleh penutup kepala…
Sebenarnya, setiap manusia dapat dengan mudah membuat sebuah senyuman. Tinggal mengangkat kedua sisi sudut-sudut bibir, jadilah sebuah senyuman… dan bersedekahlah kita melalui senyuman, demikian tutur Pak Ustadz
Tapi anehnya, tidak semua orang bisa menghasilkan senyum yang indah, meski sudah menggunakan metode yang sama. Hasilnya bisa bermacam-macam, ada yang senyum hambar, senyum masam, senyum getir, bahkan tak jarang terlihat seperti menyeringai yang justru mengerikan.
Sudah lama tidak kutemukan senyum seindah ini,
senyum yang lebih indah dari senyumnya para artis yang dielu-elukan pemujanya, atau lebih menjerat daripada senyumnya para pejabat yang pura-pura tersenyum padahal sebenarnya menyeringai, menyembunyikan taring-taring tajamnya yang sewaktu-waktu siap menerkam rakyat jelata… *ungkapan Rye*.
Inilah senyum terindah penuh ketulusan dan kejernihan hati dari sepasang kakek dan nenek tua yang melintasi gerahnya malam Bundaran Bambu Untan… Setelah pada Allah aku memohon, pada sepasang wajah keriput ini juga ku berharap, menemukan ketulusan pada senyumnya dan menemukan kedamaian pada sapanya…
Malam itu, ditengah kesibukan lalu lintas Bundaran Bambu Untan ku duduk sendiri dipinggiran jalan. Sorot lampu jalan yang remang-remang telah membuatku cukup santai berada sendirian disana.
Iming-iming membeli molen seratus bundaran,,tak kutemukan sebutir gorengan pun disana.. molen masih ditempa! Dengan kaki yang belum normal, terpincang-pincang aku mendekati bangku tunggu dari kayu yang hanya cukup diduduki oleh 2 orang dewasa itu…
Dengan gaya n style mahasiswa frustasi karna belum kelar skripsi, ku perhatikan gerak gerik kendaraan yang melintasi Bundaran Bambu Untan… apa yang ku dapat??? Apa yang kuharap???
Sebongkah senyum terukir disana… aku menemukan senyum itu di salah satu kendaraan yang melintas. Sepasang wajah tercecer diantara wajah-wajah bersinar yang hilir mudik melintasi Bundaran Bambu Untan dan terpatri pada seraut wajah dengan kerut yang melorot pada kedua pipinya, serta rambut bergelung yang hampir seluruhnya memutih yang ditutupi oleh penutup kepala…
Sebenarnya, setiap manusia dapat dengan mudah membuat sebuah senyuman. Tinggal mengangkat kedua sisi sudut-sudut bibir, jadilah sebuah senyuman… dan bersedekahlah kita melalui senyuman, demikian tutur Pak Ustadz
Tapi anehnya, tidak semua orang bisa menghasilkan senyum yang indah, meski sudah menggunakan metode yang sama. Hasilnya bisa bermacam-macam, ada yang senyum hambar, senyum masam, senyum getir, bahkan tak jarang terlihat seperti menyeringai yang justru mengerikan.
Sudah lama tidak kutemukan senyum seindah ini,
senyum yang lebih indah dari senyumnya para artis yang dielu-elukan pemujanya, atau lebih menjerat daripada senyumnya para pejabat yang pura-pura tersenyum padahal sebenarnya menyeringai, menyembunyikan taring-taring tajamnya yang sewaktu-waktu siap menerkam rakyat jelata… *ungkapan Rye*.
Inilah senyum terindah penuh ketulusan dan kejernihan hati dari sepasang kakek dan nenek tua yang melintasi gerahnya malam Bundaran Bambu Untan… Setelah pada Allah aku memohon, pada sepasang wajah keriput ini juga ku berharap, menemukan ketulusan pada senyumnya dan menemukan kedamaian pada sapanya…
Comments
Post a Comment