Karya Fiksi adalah sama saja dengan menceritakan kembali
Pada akhirnya, sastra memang melakukan yang hanya bisa dilakukan oleh sastra:
menyelusup ke dalam kepala orang lain, mengalami sejenak bagaimana rasanya menjadi seseorang yang bukan kita. Ia mengekspresikan, bukan menjelaskan; ia merupakan penyingkapan kehidupan interior yang tak habis-habis, di mana si aku adalah penghubung antara kenyataan dan imajinasi.
Tapi, memang bukan tanpa masalah. Sebuah narasi orang ketiga, berbeda dengan orang pertama, dengan sendirinya mampu menciptakan ilusi bahwa cerita itu sedang berlangsung sekarang, saat ini. Kisah seorang narator orang pertama, tidak bisa tidak, harus mengenai masa lalu.
Bercerita adalah menceritakan kembali. Dan pada saat itulah terbuka kemungkinan untuk salah. Salah karena satu atau lain hal: ingatan yang khilaf, jiwa manusia yang tak terbaca, jarak yang meniadakan antara masa lalu dan masa kini, serta keterbatasan bahasa.
Javier Marias menulis, dalam kalimat-kalimat pertama Dark Back of Time:
“Saya percaya saya masih belum pernah keliru dalam membedakan fiksi dan realita, meski saya telah mencampuradukkan keduanya lebih dari sekali, seperti halnya semua orang, tak hanya para novelis dan penulis tapi semua orang yang telah menceritakan sesuatu semenjak permulaan waktu, dan tak ada satupun orang di dalam waktu yang diketahui itu telah melakukan sesuatu di luar bercerita dan bercerita, atau menyiapkan, atau memikirkan sebuah cerita, atau merencanakannya. Siapa saja bisa menyampaikan sebuah anekdot mengenai sesuatu yang terjadi, dan karena menyatakan sesuatu adalah menyimpangkan dan memutarbalikannya, bahasa tak kuasa mereproduksi kejadian dan oleh karenanya tak perlu mencoba melakukannya sama sekali …”
Dengan kata lain: menceritakan kembali sama saja dengan fiksi.
menyelusup ke dalam kepala orang lain, mengalami sejenak bagaimana rasanya menjadi seseorang yang bukan kita. Ia mengekspresikan, bukan menjelaskan; ia merupakan penyingkapan kehidupan interior yang tak habis-habis, di mana si aku adalah penghubung antara kenyataan dan imajinasi.
Tapi, memang bukan tanpa masalah. Sebuah narasi orang ketiga, berbeda dengan orang pertama, dengan sendirinya mampu menciptakan ilusi bahwa cerita itu sedang berlangsung sekarang, saat ini. Kisah seorang narator orang pertama, tidak bisa tidak, harus mengenai masa lalu.
Bercerita adalah menceritakan kembali. Dan pada saat itulah terbuka kemungkinan untuk salah. Salah karena satu atau lain hal: ingatan yang khilaf, jiwa manusia yang tak terbaca, jarak yang meniadakan antara masa lalu dan masa kini, serta keterbatasan bahasa.
Javier Marias menulis, dalam kalimat-kalimat pertama Dark Back of Time:
“Saya percaya saya masih belum pernah keliru dalam membedakan fiksi dan realita, meski saya telah mencampuradukkan keduanya lebih dari sekali, seperti halnya semua orang, tak hanya para novelis dan penulis tapi semua orang yang telah menceritakan sesuatu semenjak permulaan waktu, dan tak ada satupun orang di dalam waktu yang diketahui itu telah melakukan sesuatu di luar bercerita dan bercerita, atau menyiapkan, atau memikirkan sebuah cerita, atau merencanakannya. Siapa saja bisa menyampaikan sebuah anekdot mengenai sesuatu yang terjadi, dan karena menyatakan sesuatu adalah menyimpangkan dan memutarbalikannya, bahasa tak kuasa mereproduksi kejadian dan oleh karenanya tak perlu mencoba melakukannya sama sekali …”
Dengan kata lain: menceritakan kembali sama saja dengan fiksi.
Comments
Post a Comment