Tata Kalimat
Tata kalimat adalah kaidah penyusunan kata sehingga menjadi kalimat yang baik dan benar dan mempunyai arti sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.
Namun, dalam artikel ini kita tidak membahas tentang kalimat yang baik dan benarnya, tapi...?
Cobalah ini. Ambil salah satu tulisan kita yang paling membosankan dan pilih dari situ tiga atau empat baris atau kalimat berturut-turut dan salinlah kalimat tersebut ke baris teratas sebuah kertas kosong.
"Aku tidak bisa menulis karena aku adalah sebongkah es balok dan mulutku menjadi kering dan tidak ada yang perlu disampaikan dan aku lebih suka makan es krim."
Oke, anggaplah setiap kata hanya sebagai balok-balok kayu, semuanya dengan ukuran dan warna yang sama. Tidak ada kata benda atau kata kerja yang punya nilai lebih daripada kata sebuah, yang, dan. Semuanya setara. Sekaran, sepanjang sepertiga halaman itu, utak atiklah kata-kata tersebut seakan-akan kita hanya memindah balok-balok kayu. Jangan coba untuk mengerti apa yang kita tuliskan. Pikiran kita akan terus mencoba menginstruksikan sesuatu. Tahan dorongan itu, rileks, dan tuliskan kata-kata itu tanpa berpikir. Kita akan mengulang-ulang kata-kata tersebut untuk memenuhi sepertiga halaman.
"Tulis aku mulutku suka krim disampaikan makan es dan tidak ada kering aku sebongkah tulis suka disampaikan dan aku menjadi balok karena sebongkah ada aku lebih kering menjadi menulis dan mulutku krim adalah aku suka kering balok aku sebongkah menulis dan es suka menjadi aku balok ada disampaikan."
Sekarang, kalau kita mau, tempatkan tanda baca secara acak, sebuah tanda tanya, mungkin tanda seru juga, titik koma, atau titik dua. Lakukan semua ini tanpa berpikir, tanpa berusaha membuat makna tertentu. Sesukanya saja.
"Tulis aku mulutku suka krim. disampaikan makan es dan tidak ada kering! aku sebongkah tulis suka disampaikan dan; aku menjadi balok karena sebongkah ada. aku lebih. kering menjadi menulis. dan mulutku krim adalah; aku suka kering balok aku. sebongkah menulis dan es suka menjadi aku balok ada disampaikan?"
Sekarang, baca keras-keras seakan-akan kalimat-kalimat itu menyampaikan sesuatu. Suara kita mesti berintonasi dan mengandung ekspresi. Kita boleh juga mencoba membacanya dalam nada marah, gembira, sedih, mengeluh, kesal, atau menuntut, untuk mambantu kita masuk ke dalamnya.
Apa yang telah kita kerjakan ini? Bahasa kita biasanya terkunci dalam sebuah tata kalimat yang terdiri dari subjek+kata kerja+objek langsung. Ada sebuah subjek yang melakukan sesuatu terhadap objek. "Aku melihat kuda"--dengan struktur kalimat ini, "aku" adalah pusat semesta. Dalam struktur bahasa kita melupakan bahwa pada saat "aku" melihat pada "kuda", "kuda" pada saat bersamaan melihat kepada kita. Menarik untuk ditulis bahwa dalam bahasa jepang kalimat itu berbunyi, "Aku kuda melihat." Ada pertukaran atau interaksi alih-alih sebuah subjek yang melakukan sesuatu terhadap objek.
Kita berpikir dalam kalimat-kalimat, dan cara kita berpikir merupakan cara kita memandang. Kalau kita berpikir dalam struktur subjek+kata kerja+objek-langsung, maka seperti itu pulalah kita membentuk dunia kita. Dengan mendobrak tata kalimat itu, kita melepaskan energi dan bisa melihat dunia secara segar dan dari sudut yang baru. Kita berhenti menjadi manusia yang begitu angkuh. Makhluk selain manusia juga penting di bumi ini: Semut-semut punya kota mereka sendiri, kuda punya kehidupannya sendiri, kucing-kucing selalu sibuk mempersiapkan tidur siangnya, tanaman bernapas, pepohonan punya rentang usia yang lebih panjang daripada kita. Benar bahwa kita bise membuat kalimat dengan subjeknya seekor kuda atau lalat-- "kuda melihat kucing"-- akan tetapi tetap saja pola berpusat pada diri dan egosentrisitas melekat di dalam struktur bahasa kita itu sendiri. Keharusan untuk menjadi pusat merupakan sebuah beban. Kita bukan penguasa dunia. Itu adalah ilusi dan ilusi tata kalimat terus menghidupkannya.
Semakin kita sadar akan tata kalimat yang kita buat, lihat dan tulis, semakin baik penguasaan yang kita miliki dan semakin kita bisa keluar dari situ ketika kita perlu melakukannya. Sebenarnya, dengan mendobrak tata kalimat itu, kita bisa semakin dekat dengan kebenaran yang ingin kita ungkapkan.
Namun, dalam artikel ini kita tidak membahas tentang kalimat yang baik dan benarnya, tapi...?
Cobalah ini. Ambil salah satu tulisan kita yang paling membosankan dan pilih dari situ tiga atau empat baris atau kalimat berturut-turut dan salinlah kalimat tersebut ke baris teratas sebuah kertas kosong.
"Aku tidak bisa menulis karena aku adalah sebongkah es balok dan mulutku menjadi kering dan tidak ada yang perlu disampaikan dan aku lebih suka makan es krim."
Oke, anggaplah setiap kata hanya sebagai balok-balok kayu, semuanya dengan ukuran dan warna yang sama. Tidak ada kata benda atau kata kerja yang punya nilai lebih daripada kata sebuah, yang, dan. Semuanya setara. Sekaran, sepanjang sepertiga halaman itu, utak atiklah kata-kata tersebut seakan-akan kita hanya memindah balok-balok kayu. Jangan coba untuk mengerti apa yang kita tuliskan. Pikiran kita akan terus mencoba menginstruksikan sesuatu. Tahan dorongan itu, rileks, dan tuliskan kata-kata itu tanpa berpikir. Kita akan mengulang-ulang kata-kata tersebut untuk memenuhi sepertiga halaman.
"Tulis aku mulutku suka krim disampaikan makan es dan tidak ada kering aku sebongkah tulis suka disampaikan dan aku menjadi balok karena sebongkah ada aku lebih kering menjadi menulis dan mulutku krim adalah aku suka kering balok aku sebongkah menulis dan es suka menjadi aku balok ada disampaikan."
Sekarang, kalau kita mau, tempatkan tanda baca secara acak, sebuah tanda tanya, mungkin tanda seru juga, titik koma, atau titik dua. Lakukan semua ini tanpa berpikir, tanpa berusaha membuat makna tertentu. Sesukanya saja.
"Tulis aku mulutku suka krim. disampaikan makan es dan tidak ada kering! aku sebongkah tulis suka disampaikan dan; aku menjadi balok karena sebongkah ada. aku lebih. kering menjadi menulis. dan mulutku krim adalah; aku suka kering balok aku. sebongkah menulis dan es suka menjadi aku balok ada disampaikan?"
Sekarang, baca keras-keras seakan-akan kalimat-kalimat itu menyampaikan sesuatu. Suara kita mesti berintonasi dan mengandung ekspresi. Kita boleh juga mencoba membacanya dalam nada marah, gembira, sedih, mengeluh, kesal, atau menuntut, untuk mambantu kita masuk ke dalamnya.
Apa yang telah kita kerjakan ini? Bahasa kita biasanya terkunci dalam sebuah tata kalimat yang terdiri dari subjek+kata kerja+objek langsung. Ada sebuah subjek yang melakukan sesuatu terhadap objek. "Aku melihat kuda"--dengan struktur kalimat ini, "aku" adalah pusat semesta. Dalam struktur bahasa kita melupakan bahwa pada saat "aku" melihat pada "kuda", "kuda" pada saat bersamaan melihat kepada kita. Menarik untuk ditulis bahwa dalam bahasa jepang kalimat itu berbunyi, "Aku kuda melihat." Ada pertukaran atau interaksi alih-alih sebuah subjek yang melakukan sesuatu terhadap objek.
Kita berpikir dalam kalimat-kalimat, dan cara kita berpikir merupakan cara kita memandang. Kalau kita berpikir dalam struktur subjek+kata kerja+objek-langsung, maka seperti itu pulalah kita membentuk dunia kita. Dengan mendobrak tata kalimat itu, kita melepaskan energi dan bisa melihat dunia secara segar dan dari sudut yang baru. Kita berhenti menjadi manusia yang begitu angkuh. Makhluk selain manusia juga penting di bumi ini: Semut-semut punya kota mereka sendiri, kuda punya kehidupannya sendiri, kucing-kucing selalu sibuk mempersiapkan tidur siangnya, tanaman bernapas, pepohonan punya rentang usia yang lebih panjang daripada kita. Benar bahwa kita bise membuat kalimat dengan subjeknya seekor kuda atau lalat-- "kuda melihat kucing"-- akan tetapi tetap saja pola berpusat pada diri dan egosentrisitas melekat di dalam struktur bahasa kita itu sendiri. Keharusan untuk menjadi pusat merupakan sebuah beban. Kita bukan penguasa dunia. Itu adalah ilusi dan ilusi tata kalimat terus menghidupkannya.
Semakin kita sadar akan tata kalimat yang kita buat, lihat dan tulis, semakin baik penguasaan yang kita miliki dan semakin kita bisa keluar dari situ ketika kita perlu melakukannya. Sebenarnya, dengan mendobrak tata kalimat itu, kita bisa semakin dekat dengan kebenaran yang ingin kita ungkapkan.
Comments
Post a Comment