Transkrip Mata Najwa: Sastra Masuk Kampung Rumah Muara Tak Sekedar Membaca

Sangat banyak orang yang sudah melek aksara, berapa yang benar-benar gemar membaca? Membaca bukan cuma mengikuti baris-baris kata, itu namanya hanya sekedar mengeja. Membaca ialah upaya merekuk makna ikhtiar untuk memahami alam semesta. Itulah mengapa buku disebut jendela dunia, yang merangsang pikiran agar terus terbuka. Karena budaya membaca prasyarat jadi bangsa yang hebat, bagaimana cara agar minat baca kian melesat? inilah mata najwa - Tak Sekedar Membaca.

Ada beragam cara untuk menebar benih membaca di kampung-kampung kota, salah satunya lewat seni pertunjukan sastra. 11 Mei 2016 Mata Najwa dengan tema Tak Sekedar Membaca, mengundang salah satu penggagas festival literasi asean yang menyediakan Perpustakaan Gratis buat warga kampung agar karya sastra juga dapat dinikmati oleh kaum pinggiran: Okky Madasari. Dari awalnya kurang direspon, mantan jurnalis ini berhasil membangun komunitas sastra masuk kampung – melalui Rumah Muara. Bagaimana ceritanya? Berikut transkrip wawancara mbak nana dengan mbak okky dalam Mata Najwa edisi rabu 11 Mei 2016 tak sekedar membaca, yang bisa dibaca:

Najwa: Mbak Okky, ceritakan dong ide sastra masuk kampung ini seperti apa?

Okky Madasari: Sebagai Novelis saya sudah lama memiliki kegelisahan, mengapa sastra ini menjadi konsumsi kelompok elite, hanya dinikmati oleh orang-orang terpelajar, hanya jadi diskusi di tempat-tempat yang eksklusif, di kafe-kafe kelompok menengah gitu. Dan di saat yang bersamaan, saya tinggal di sebuah kampung di tanjung barat jakarta selatan dimana itu adalah kampung betawi asli dengan warga yang beragam profesi mulai dari tukang cuci, pembantu rumah tangga, supir taksi, dan pendidikannya pun beragam, lulusan SD, SMP, SMA dan itu sama sekali tidak terpapar sastra, jauh dari sastra. Jadi saya tinggal di situ dan saya merasakan bagaimana ironisnya itu. GAP antara mereka yang terpelajar, mereka penikmat sastra dengan masyarakat awam. Nah, dari situ saya semakin tergelitik ya kenapa kita tidak membawa sastra justru mendekati masyarakat, kenapa kita tidak membawa sastra ke kampung-kampung dan membuat mereka semakin mangenal sastra. Dengan begitu, dimulai dari kesadaran itu Rumah Muara dan Yayasan Muara yang kami kelola memulailah sastra masuk kampung.

Najwa: Jadi kegiatannya apa saja? Tadi kita sudah lihat sebagian tapi inti kegiatan utamanya jadi berbagi sastra lewat cara apa?

Okky: Berbagi sastra, karena memang mengajak orang membaca itu berat, tidak mudah. Pertama, mereka butuh pengetahuan, mereka butuh kebiasaan. Nah, saya mencoba untuk mendekatkan sastra dengan menunjukkan bahwa sastra itu tidak seberat yang mereka bayangkan. Sastra tidak serumit kata-kata yang susah dipahami, yang tidak bisa dimengerti itu apa, gitu. Kita pertama-tama harus menunjukkan bahwa sastra itu fun, sastra itu menyenangkan. Dan membaca puisi itu adalah salah satu cara paling sederhana untuk mulai mendekatkan itu. Dan terbukti dengan sastra masuk kampung, misalnya. Seorang pembantu rumah tangga yang seumur hidup tidak pernah membaca puisi, dia mulai bisa baca puisi. Ibu-ibu rumah tangga yang mulai dari lulusan SD, SMP gitu yang tidak pernah tau bahkan puisi atau sastra itu apa, kini semakin bisa lebih dekat dengan itu semua.

Najwa: Luar biasa. Saya ingin tau awalnya proses ketika berusaha meyakinkan orang-orang yang selama ini alergi begitu, mungkin saja karena tidak tau dan merasa asing, seperti apa?

Okky: Susah! Tidak mudah bahkan sampai sekarang. Sampai sekarang pun misalnya sudah semakin banyak orang yang datang dan terlibat, masih banyak juga orang yang, warga di kampung luar yang “aduh buat apa sih itu? tidak ada gunanya” gitu kan, lebih berguna misalnya melakukan, terlibat dalam kegiatan yang menghasilkan uang, lebih berguna untuk misalnya menunggu-nunggu ada panggilan yang.. ya sekedar 10ribu sehari, 20ribu sehari gitu tu masih ada, dan sampai detik ini masih. Tapi saya pikir memang ini tidak mudah, tapi harus tetap dilakukan hingga akhirnya membuat banyak orang sadar gitu bahwa yaa memang sastra menyenangkan, layak dicintai dan apabila kita mencintainya kita bisa berubah dan terpengaruh.

Najwa: Kenapa mbak, kenapa sastra? Kenapa, kenapa harus cinta sastra?

Okky: Karena, sebagai novelis ya.. saya percaya bahwa dengan mencintai sastra kita bisa memiliki kepekaan, kita bisa lebih memiliki kesadaran baru dalam melihat sesuatu, kita lebih bisa merasakan bahwa hidup itu bermakna tidak hanya sekedar untuk mencari uang, tidak hanya sekedar untuk besok bisa makan apa.

Najwa: Selain, selain sastra masuk kampung, saya tahu juga rumah muara punya kegiatan menjadi homebase penulis-penulis asean, seperti apa itu?

Okky: Ya, jadi sejak tiga tahun lalu kami merintis asean literasi festival. Jadi itu gagasannya juga bagaimana kita berada di kawasan asia tenggara tapi kita tidak mengenal sastra satu sama lain gitu. Kita sama sekali tidak tau, kita tidak pernah membaca buku-bukunya dan kita sekarang mau mendeklarasikan diri sebagai satu komunitas itu sangat tidak masuk akal gitu. Nah, karna itu tiga tahun lalu kami merintis asean sallery festival, tahun ini ketiga. Dan pada tahun ini pula kami merintis program residensi, dimana kami mengundang sastrawan-sastrawan, penulis-penulis muda di kawasan asia tenggara dan jepang untuk tinggal bersama di kampung. Ini juga seiring dengan konsep sastra masuk kampung itu tadi, membawa sastrawan untuk turun ke masyarakat, membawa sastrawan untuk tidak hanya sibuk dengan dirinya sendiri, untuk tidak hanya berdiskusi dengan sesama-sesamanya, tetapi juga berdiskusi dengan masyarakat. dan menyerap inspirasi apa masalah yang ada dalam masyarakat ke dalam karya-karyanya.

Najwa: Berapa lama jadi mereka?

Okky: Mereka tinggal di kampung muara selama sepuluh hari, akan melakukan kegiatan bersama dengan masyarakat, menularkan pengetahuan, dan tentu saja tidak mengendurkan pengetahuan saja, tetapi mereka sendiri kami sebagai penulis belajar dari masyarakat.


Jika melek aksara telah menjadi hal biasa, minat baca adalah hal yang istimewa. Sekedar mengeja telah menjadi kebiasaan, namun gemar membaca adalah keistimewaan. Meningkatkan minat membaca memang tak gampang, berbagai kendala banyak menghadang. Budaya menonton kian merajalela, sosial media lebih menggoda ketimbang pustaka. Buku-buku memang terus diproduksi, tapi tak serta merta meningkatkan literasi. Belum lagi persoalan distribusi, buku-buku sulit diakses mereka yang terisolasi. Perpustakaan hanya diisi diktat dan kisi-kisi, sedikit yang bisa menghidupkan imajinasi. Terpujilah mereka yang gigih sebarkan bahan bacaan kepada mereka yang haus ilmu pengetahuan. Merekalah yang menyodorkan jendela dunia agar anak-anak bangsa dapat berpikir seluas cakrawala. Agar kita menjadi negara yang maju, menjadi bangsa yang melahirkan para penemu.

Comments

Popular posts from this blog

Tandak Sambas - Ivan Seventeen

Terjemahan Lirik dan Makna Lagu Unholy Confessions - Avenged Sevenfold

Terjemahan dan Makna Lirik Lagu Avenged Sevenfold "A Little Piece Of Heaven"