Aku belum cukup bagus dan bukan penulis sungguhan
"*SName: kan disitu dibilang bukan kepopuleran yang ia cari, seorang penulis sebenarnya tidaklah mencari populer, tapi lebih kepada bagaimana ia menuangkan idenya tersebut dalam tulisan, mau diakui atau tidak tergantung si pembacanya.. nah bila disukai maka akan terkenallah ia, tapi seeh, penulis itu tidak pernah mau di anggap populer tetapi lebih kepada bagaimana ia membuat pembacanya mudah memahami makna yg dimaksud
dja`ck: haaa.. sippp"
Beberapa waktu yang lalu aku mendengar sebuah cerita penodongan di sebuah kota. Seseorang yang ditodong saat itu mengangkat tangannya dan buru-buru berteriak “Jangan bunuh aku, aku seorang penulis!”. Hahaha.. lucu sekali menurutku, mengapa disangkanya itu akan menyelamatkannya?
Penulis-penulis kadang membingungkan. Ku piker, emang iya.. Menulis memberikan kita sebuah alasan untuk hidup, aku lupa bahwa hidup ini tanpa syarat, dan bahwa hidup dan menulis merupakan dua entitas terpisah. Sering aku menggunakan “menulis” sebagai satu cara untuk mendapatkan perhatian, pengakuan, dan bahkan cinta. “Lihat apa yang kutulis, tentunya aku orang baik kan?” haha.. sebuah alasan menulis yang merusak, kurasa. Kita adalah orang baik sebelum kita pernah menulis sepatah kata pun.
Sejak hari itu setiap selesai mem-posting tulisan, tanpa peduli seberapa baik orang menilai dan mengapresiasikan postingan-ku, selalu saja aku merasa kesepian, ada yang hilang dan tidak nyaman. Aku menuding penyebabnya adalah tulisanku. Sedikit curlong (*Curhat Colongan), aku sudah mengalami kegagalan cinta yang teramat gagal, rasa percaya diri sudah anjlok. Aku yang butuh dukungan bukan syairku. Aku mempertukarkan diantara keduanya. Aku lupa bahwa aku bukanlah syairnya. Syair-syair itu sehat-sehat saja; aku? Sehat apa tidak ya? (*Leherku kaku, suara nafasku seperti suara kambing yang sedang minum susu.. Ah, sudahlah.. insyaAllah besok juga sembuh
Jujur, sebagai penulis colongan, aku selalu mencari dukungan yang bisa menguatkan dan membuat aku lebih tegar. Semestinya, Kita harus memerhatikan bahwa kita memang selalu didukung setiap saat. Ada bumi di bawah kaki kita dan ada udara yang keluar masuk paru-paru kita. Kita mesti mulai dari sini ketika kita butuh dukungan. Ada sinar matahari yang masuk melalui celah celah pentilasi rumah, dan ada kehengingan pagi yang wajib kita syukuri. Yaaa,,mulai dari sini. Kemudian beralih kepada seorang teman dan rasakan betapa senangnya ketika dia berkata “aku suka karyamu”. mempercayainya sebagaimana kita percaya bahwa lantai akan menjadi tempat pijakan kita, dan kursi akan membiarkan kita duduk, serta lapie yang setia memperhatikan mata kita.
Aku menginginkan dukungan dan pemberian semangat. Ketika aku menerimanya, aku tidak mempercayainya, tapi bersegera menerima kritikan untuk memperkuat keyakinan terdalam bahwa sesungguhnya aku belum cukup bagus dan bukan penulis sungguhan.
dja`ck: haaa.. sippp"
Beberapa waktu yang lalu aku mendengar sebuah cerita penodongan di sebuah kota. Seseorang yang ditodong saat itu mengangkat tangannya dan buru-buru berteriak “Jangan bunuh aku, aku seorang penulis!”. Hahaha.. lucu sekali menurutku, mengapa disangkanya itu akan menyelamatkannya?
Penulis-penulis kadang membingungkan. Ku piker, emang iya.. Menulis memberikan kita sebuah alasan untuk hidup, aku lupa bahwa hidup ini tanpa syarat, dan bahwa hidup dan menulis merupakan dua entitas terpisah. Sering aku menggunakan “menulis” sebagai satu cara untuk mendapatkan perhatian, pengakuan, dan bahkan cinta. “Lihat apa yang kutulis, tentunya aku orang baik kan?” haha.. sebuah alasan menulis yang merusak, kurasa. Kita adalah orang baik sebelum kita pernah menulis sepatah kata pun.
Sejak hari itu setiap selesai mem-posting tulisan, tanpa peduli seberapa baik orang menilai dan mengapresiasikan postingan-ku, selalu saja aku merasa kesepian, ada yang hilang dan tidak nyaman. Aku menuding penyebabnya adalah tulisanku. Sedikit curlong (*Curhat Colongan), aku sudah mengalami kegagalan cinta yang teramat gagal, rasa percaya diri sudah anjlok. Aku yang butuh dukungan bukan syairku. Aku mempertukarkan diantara keduanya. Aku lupa bahwa aku bukanlah syairnya. Syair-syair itu sehat-sehat saja; aku? Sehat apa tidak ya? (*Leherku kaku, suara nafasku seperti suara kambing yang sedang minum susu.. Ah, sudahlah.. insyaAllah besok juga sembuh
Jujur, sebagai penulis colongan, aku selalu mencari dukungan yang bisa menguatkan dan membuat aku lebih tegar. Semestinya, Kita harus memerhatikan bahwa kita memang selalu didukung setiap saat. Ada bumi di bawah kaki kita dan ada udara yang keluar masuk paru-paru kita. Kita mesti mulai dari sini ketika kita butuh dukungan. Ada sinar matahari yang masuk melalui celah celah pentilasi rumah, dan ada kehengingan pagi yang wajib kita syukuri. Yaaa,,mulai dari sini. Kemudian beralih kepada seorang teman dan rasakan betapa senangnya ketika dia berkata “aku suka karyamu”. mempercayainya sebagaimana kita percaya bahwa lantai akan menjadi tempat pijakan kita, dan kursi akan membiarkan kita duduk, serta lapie yang setia memperhatikan mata kita.
Aku menginginkan dukungan dan pemberian semangat. Ketika aku menerimanya, aku tidak mempercayainya, tapi bersegera menerima kritikan untuk memperkuat keyakinan terdalam bahwa sesungguhnya aku belum cukup bagus dan bukan penulis sungguhan.
menurutku sudah cukup bagus..
ReplyDeletetak banyak orang yg bisa menuliskan perasaannya sendiri.
semangkaaaaaa ;)
Tengkuyungggg.. atas dukun dan semangka nya.. :-)
ReplyDeletebesok besok berbagi melon ya :-D
heii, tengkuyuungg key wordnya as bang, huhu, ahay! akhirnya diposkan juga ya??? :p
ReplyDeleteapa yang ditulis, kayaknye as faham lah bang, apalagi bagian "aku sudah mengalami kegagalan cinta yang teramat gagal, rasa percaya diri sudah anjlok. Aku yang butuh dukungan bukan syairku." ckck. Sangat PAHAM bang... :p
*SpRing: iyeeee pinjam tengkuyung be bentar..
ReplyDeleteapa yg saya tulis? haha.. sebenarnya apa yang anda baca hanya lah ilusi, jadi jangan terlalu mudah mengatakan paham.. kan disitu dibilang bukan kepopuleran yang ia cari, seorang penulis sebenarnya tidaklah mencari populer, tapi lebih kepada bagaimana ia menuangkan idenya tersebut dalam tulisan, mau diakui atau tidak tergantung si pembacanya.. nah bila disukai maka akan terkenallah ia, tapi seeh, penulis itu tidak pernah mau di anggap populer tetapi lebih kepada bagaimana ia membuat pembacanya mudah memahami makna yg dimaksud..
tentu saja, bukan hanya sekedar mengatakan "paham" lalu dengan ringannya tak mengerti. justru disana ada makna yang tampak, meski penulis berkata ilusi, hei!bukankah sebagian ide menulis yang tertuang itu ada historical backgroundnya? ^^ jadi tak hanya sekedar berkata "paham", tapi karena saya mengerti maka tak berkomentar apapun.. gaswat kan klo maknanya di ungkap... hihi, bukankah tulisan itu memiliki top secret yang hanya penulisnya saja yang tahu? tapi, jangan pernah menganggap bahwa pembaca itu tidak pintar... :p
ReplyDeletesepintar-pintarnya pembaca membaca, akhirnya terbaca juga haha..
ReplyDeleteTak ade lapis agik lah saye kalo gitu.. kata2nye dari as sendiri, jellas dengan mudah lah as paham dan mengerti.. yg penting tengkuyung lah untuk inspirasinye :-)