Cerita senja kemarin..
Kupegang buku ini di depan senja. Duduk aku ditemani secangkir sore berwarna jingga. Tadinya mendung sudah menunggu di pangkal hari, namun angin datang dan menyuruhnya pergi. Ku bilang terima kasih sudah bawa mendung lari dari senja yang hendak kunikmati.
Mata pun kusuruh lagi untuk tertumpu pada bait-bait halaman buku. Mudah-mudahan cerita itu belum basi karena senja belum hilang dari sudut mata.
Di halaman berikutnya, diceritakan kisah tentang sore yang tak menampak senja. Semua orang jadi panik, jadi kalut karna sore sudah menyuruh minggat senja. Hati hanya bisa berucap “syukur di sini senja masih nyata walau tak terengkuh.”
Tiba-tiba secangkir sore berkata, “Jadilah tegar walau diliput lara. Di sini ada aku yang masih bisa kau reguk dan jaga. Senja biar jadi hiasan saja, jangan direngkuh karena tak bisa kaunikmati. Sungguh pun bersyukurlah karena ada aku.”
Aku lempar senyum simpul buat sore, menumpahkan di atas kaki, memenuhi semua asa dengan syukur karena sore bisa menghibur hati dan masih setia membanggakan ku lewat kata.
Banyak cerita di buku yang belum terbaca. Kata-katanya letih berjatuhan di atas lantai tak berbekas. Cerita tentang senja sudah pula ikutan jatuh. Tentang hari, tentang waktu, tentang cangkir yang dipinjam sore tak bilang-bilang, tentang lika dan tentang liku yang tak ada habisnya dunia.
Sore belum juga ada di hati. Cangkir tergeletak di atas lantai bersama kata menjulur lengan bersama. Buku juga begitu ikut-ikutan; duduk aku di atas bangku, hilang nafas, hilang waktu, hilang anganku, ditemani sore, gerimis, dan tubuh yang sudah lelah. Kutinggalkan semua ada.
Merubah icon address bar blogspot sesuai keinginan kita
Mata pun kusuruh lagi untuk tertumpu pada bait-bait halaman buku. Mudah-mudahan cerita itu belum basi karena senja belum hilang dari sudut mata.
Di halaman berikutnya, diceritakan kisah tentang sore yang tak menampak senja. Semua orang jadi panik, jadi kalut karna sore sudah menyuruh minggat senja. Hati hanya bisa berucap “syukur di sini senja masih nyata walau tak terengkuh.”
Tiba-tiba secangkir sore berkata, “Jadilah tegar walau diliput lara. Di sini ada aku yang masih bisa kau reguk dan jaga. Senja biar jadi hiasan saja, jangan direngkuh karena tak bisa kaunikmati. Sungguh pun bersyukurlah karena ada aku.”
Aku lempar senyum simpul buat sore, menumpahkan di atas kaki, memenuhi semua asa dengan syukur karena sore bisa menghibur hati dan masih setia membanggakan ku lewat kata.
Banyak cerita di buku yang belum terbaca. Kata-katanya letih berjatuhan di atas lantai tak berbekas. Cerita tentang senja sudah pula ikutan jatuh. Tentang hari, tentang waktu, tentang cangkir yang dipinjam sore tak bilang-bilang, tentang lika dan tentang liku yang tak ada habisnya dunia.
Sore belum juga ada di hati. Cangkir tergeletak di atas lantai bersama kata menjulur lengan bersama. Buku juga begitu ikut-ikutan; duduk aku di atas bangku, hilang nafas, hilang waktu, hilang anganku, ditemani sore, gerimis, dan tubuh yang sudah lelah. Kutinggalkan semua ada.
Merubah icon address bar blogspot sesuai keinginan kita
kopinya masih ada mas..heheee...memang enak dikala senja diwaktu senggang...nikmatnya senja...
ReplyDeletewaduwhhh.. dalam cerita senja kemarin gak ada menu kopi kang.. ceritanya hanya menikmati secangkir sore di kala senja pergi.. hihi
ReplyDeletekayaknya bukunya menarik tuh..
ReplyDeleteshare gi..