Aku melakukannya karena aku melakukannya
"Menulis mengandung energi yang luar biasa besar. Kalau Anda menemukan alasan untuk menulis, alasan apapun, tampaknya alih-alih melemahkan, itu justru membakar anda lebih dalam dan berkilau lebih terang di atas dinding kertas."(Natalie Goldberg, 1986:184)
Lantas, alasan apa yang membuatmu ingin selalu menulis?
Aku menulis karena aku terus menutup mulut di sepanjang waktuku dan rahasia egoku yang sejati adalah aku ingin hidup abadi dan aku ingin orang-orang terdekatku hidup untuk selamanya.
Tak seorang pun tahu bagaimana rasanya berada di sini, di bawah tekanan cahaya teknologi yang tiba-tiba datang menyerang. Tak seorang pun tahu apa yang telah aku lalui, dan yang lebih mengherankan lagi aku pun tak tahu, aku tak ingat bagaimana rasanya berada di bawah seratus delapan puluh derajat karena aku sendirian dan berjalan di mimpiku sendiri.
Aku menulis karena aku galau, dan aku harus melakukan sesuatu dengan itu selain membuangnya ke tempat sampah.
Aku menulis karena ada cerita-cerita yang telah dilupakan orang untuk diceritakan, yang telah memberi warna dan bentuk hidup.
Aku menulis dari ketidakmengertian bahwa bahkan cinta pun tak cukup dan bahwa akhirnya menulis mungkin adalah satu-satunya jalan yang kumiliki dan itu masih tak cukup. Aku tak pernah bisa menundukkan semuanya, dan di samping itu ada saat-saat ketika aku harus pergi jauh dari meja kerja, laptop, serta alat tulis, dan berbalik untuk menghadapi hidupku sendiri. Kemudian, ada saat-saat ketika hanya dengan kembali ke meja kerja, laptop, serta alat tulis itu maka aku benar-benar menghadapi hidupku.
Lalu, ketika seruan lama di dalam diri ikut hadir, "mengapa aku membuang-buang waktu untuk menulis?" Aku melakukannya karena aku melakukannya.
Lantas, alasan apa yang membuatmu ingin selalu menulis?
Aku menulis karena aku terus menutup mulut di sepanjang waktuku dan rahasia egoku yang sejati adalah aku ingin hidup abadi dan aku ingin orang-orang terdekatku hidup untuk selamanya.
Tak seorang pun tahu bagaimana rasanya berada di sini, di bawah tekanan cahaya teknologi yang tiba-tiba datang menyerang. Tak seorang pun tahu apa yang telah aku lalui, dan yang lebih mengherankan lagi aku pun tak tahu, aku tak ingat bagaimana rasanya berada di bawah seratus delapan puluh derajat karena aku sendirian dan berjalan di mimpiku sendiri.
Aku menulis karena aku galau, dan aku harus melakukan sesuatu dengan itu selain membuangnya ke tempat sampah.
Aku menulis karena ada cerita-cerita yang telah dilupakan orang untuk diceritakan, yang telah memberi warna dan bentuk hidup.
Aku menulis dari ketidakmengertian bahwa bahkan cinta pun tak cukup dan bahwa akhirnya menulis mungkin adalah satu-satunya jalan yang kumiliki dan itu masih tak cukup. Aku tak pernah bisa menundukkan semuanya, dan di samping itu ada saat-saat ketika aku harus pergi jauh dari meja kerja, laptop, serta alat tulis, dan berbalik untuk menghadapi hidupku sendiri. Kemudian, ada saat-saat ketika hanya dengan kembali ke meja kerja, laptop, serta alat tulis itu maka aku benar-benar menghadapi hidupku.
Lalu, ketika seruan lama di dalam diri ikut hadir, "mengapa aku membuang-buang waktu untuk menulis?" Aku melakukannya karena aku melakukannya.
Comments
Post a Comment